Friday, March 20, 2009

Selalu lihat yang benar, sekalipun ia tampil sebaliknya! Lalu ikutilah.

Setiap orang memiliki daya alami dan inheren untuk memikirkan apa yang ingin ia pikirkan. Tetapi diperlukan lebih banyak usaha untuk melakukannya, jika ia ingin memikirkan pikiran-pikiran yang tidak diperlihatkan oleh tampilan. Berpikir sesuai tampilan akan sangat mudah. Memikirkan kebenaran terlepas dari apa pun tampilannya adalah usaha yang berat dan membutuhkan lebih banyak tenaga daripada setiap pekerjaan yang harus dilakukan seseorang.

Tidak ada pekerjaan lain yang membuat kebanyakan orang menciut ketika melakukannya selain pikiran yang senantiasa memegang kebenaran itu; ini adalah pekerjaan paling berat. Terutama jika berlawanan dengan tampilan. Setiap tampilan di dunia kasat mata cenderung menghasilkan bentuk sesuai dengannya di dalam benak orang yang mengamatinya. Ini hanya bisa dicegah dengan memegang pikiran kebenaran.

Memandangi tampilan kemiskinan akan menghasilkan bentuk serupa di dalam benak Anda. Sebaiknya, Anda memelihara pikiran kebenaran bahwa tidak ada kemiskinan. Yang ada hanyalah kelimpahan (abundance).

Memang diperlukan kekuatan untuk memikirkan kelimpahan, ketika Anda dikelilingi tampilan kemiskinan dan kekurangan. Tetapi, orang yang bisa mendapatkan kekuatan ini akan memiliki pikiran yang unggul. Ia dapat menaklukan nasib; ia bisa memiliki apa yang diinginkannya.

Kekuatan ini hanya bisa didapatkan dengan memahami fakta dasar di balik semua tampilan: “… tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya,…” Jaminan rezeki dari Sang Pemberi rezeki, keserbacukupan, dan kelimpahan. Rezeki, semua pemberian yang dapat dimanfaatkan, baik material maupun spiritual.

Quraish Sihab, dalam Tafsir Al Misbach, menjelaskan kata daabbah, yang diterjemahkan menjadi binatang melata, asal katanya adalah bergerak dan melata. Ini mengesankan bahwa rezeki yang dijamin Tuhan itu menuntut setiap daabbah untuk memfungsikan dirinya sebagaimana namanya, yakni bergerak dan merangkak, yakni tidak tinggal diam menanti rezeki tetapi agar mereka harus bergerak untuk menerima rezeki yang disediakan Tuhan itu. Dan untuk itu perlu kekuatan untuk memikirkan bahwa selalu ada kelimpahan, selalu ada jaminan.

Kesulitan untuk selalu bisa melihat kebenaran, apapun tampilannya apakah ia tampil sebagai kemiskinan, tidak terlepas dari adanya block yang menutupi pikiran bawah sadar Anda, hati Anda. Kalau Anda mengalami kesulitan melihat satu kebenaran, apalagi ketika ia punya tampilan kebalikannya, coba periksa adakah block ini menutupi pikiran bawah sadar Anda, hati Anda: Arogan, Serakah, Iri Dengki.

Arogan, perasaan sombong, sering muncul dalam bentuk merasa lebih penting, lebih tahu, lebih benar, lebih taat dari orang lain. Ia membuat kita menutup mata, telinga, dan hati. Kita tak merasa perlu mendengarkan orang lain. Kita sibuk memaksakan pikiran kita pada orang lain.

Akar dari sombong adalah kebiasaan membandingkan diri kita (comparing) dengan orang lain. Membanding-bandingkan akan menjadikan kita terombang-ambing. Kita merasa super kalau berhadapan dengan orang yang ada di bawah kita, tapi ironisnya kita akan merasa rendah diri di saat yang sebaliknya.

Akar serakah adalah scarcity mentality (mentalitas kelangkaan), yaitu perasaan bahwa segala sesuatu sangat terbatas, sehingga berprinsip 'Saya akan mengambil bagian saya dulu sebelum kehabisan.' Mirip dengan teori ekonomi yang kita pelajari di sekolah dulu dengan penuh keyakinan. Kita terpaksa (atau dipaksa?) meyakini demikian, karena kalau tidak demikian nilai teori ekonomi kita nol.

Orang serakah menganggap dunia seperti sepotong kue, ''Kalau Anda mendapatkan potongan besar, sisanya tinggal sedikit untuk saya. Karena itu, saya akan mengambil dulu, saya akan mengambil lebih banyak.” Dan lenyap juga pikiran-pikiran memberi, berbagi, “Kalau saya memberi kepada Anda, berbagi dengan Anda, milik saya berkurang.”
Semua persoalan yang kita hadapi di negari ini, Korupsi, Kolusi, Nepotisme, sebenarnya berakar dari mental kelangkan, dari keserakahan, keinginan menguasai dan tiadanya keinginan untuk berbagi dengan pihak lain.

Akar dari iri-dengki ini adalah kecenderungan kita untuk selalu bersaing (competing) dengan orang lain. Kita memandang dunia sebagai medan pertempuran. Kita memandang setiap orang sebagai pesaing kita. Karena itu kita berjuang mengalahkan mereka. Kita ingin lebih pandai, lebih hebat, dan lebih populer. Kita berduka melihat orang lain sukses. Kita sedih melihat kawan naik pangkat. Kita pusing melihat tetangga membeli mobil baru. Orang yang bermental seperti ini tak peduli dengan prestasinya sendiri. Yang penting, ia lebih tinggi dari orang lain.

Akhirnya, memang diperlukan kekuatan besar untuk memikirkan kelimpahan, apalagi ketika Anda dikelilingi tampilan kemiskinan dan kekurangan. Sedemikian kuatnya block-bclok itu menutup hati kita, pikiran bawah sadar kita, sehingga kita butuh kekuatan sedemikian besar untuk bisa melihat kebenaran itu, maka di penghujung-penghujung malam kita diajarkan untuk senantiasa memohonkannya: “Ya Allah tunjukkanlah kepadaku yang benar itu benar, dan berilah kekuatan untuk mengikutinya….”

Sebagaimana doa itu, setelah mampu mengetahui yang benar, Anda juga harus menghimpun kekuatan berikutnya untuk mengikutinya.

Lihat kebenaran itu kemudian lakukanlah!

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, March 18, 2009

Ilmu Sakti Sasra Birawa

Beberapa hari belakangan saya sedang keranjingan membaca kisah Mahesa Jenar, seorang prajurit pengawal raja Kerajaan Demak, bergelar Rangga Tohjaya, dalam cerita Naga Sasra Sabuk Inten. Ini karena beberapa malam terakhir sering berbincang-bincang serius dengan kawan-kawan sampai larut. Dan kalau mata sudah pada mulai redup, untuk mengusir kantuk meloncatlah macam-macam cerita kesana-kemari. Salah duanya cerita tentang Saridin, orang sakti dari Pati, dan Mahesa Jenar dalam Naga Sasra Sabuk Inten. Saya jadi tertarik untuk membaca ceritanya.

Belum selesai saya membacanya. Panjang sekali, 171 episode. Memukau, sampai-sampai saya terhanyut mengikuti cerita ini. Di era 80-an cerita ini sudah pernah saya ikuti. Lewat drama radio yang memang ngetop waktu itu. Meskipun pernah mengikuti sebelumnya, membaca cerita ini tetap menghanyutkan.

Sebenarnya romantisme cinta Mahesa Jenar terhadap Rara Wilis mampu membawa perasaan saya, seolah-olah saya selalu membersamai Mahesa Jenar. Tapi saya tidak ingin menulisnya di sini, mungkin di tempat lain.

Kekaguman saya sebenarnya bukan pada Mahesa Jenar, tapi pada penulisnya, SH Mintarja, pada kemampuannya mengemas falsafah dengan cerita yang bisa melayangkan imajinasi saya kesana-kemari. Ilmu sakti Mahesa Jenar, Sasra Birawa, yang diperoleh dari sang Guru Ki Ageng Pengging Sepuh, mampu meluluhlantakkan musuh-musuhnya. Sebongkah batu besar hancur berantakan dengan pukulan ilmu sakti Sasra Birawa ini.

Dengan mengangkat satu kakinya yang ditekuk ke depan, tangan kirinya disilangkan di atas dadanya, sedangkan tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi, dan kemudian menghantam lawannya, apapun yang dikena akan luluh lantak, hancur berantakan. Dengan posisi tubuh seperti itu ia menyatukan seluruh energi ke telapak tangannya: jiwa, pikiran, dan energi fisiknya.

Keseharian kita sebenarnya juga selalu dihadapkan pada ‘musuh’ seperti yang dihadapi Mahesa Jenar. Dan kitapun menghadapinya dengan modal yang sama, jiwa kita, pikiran kita, dan fisik kita. Sayang memang, lebih banyak orang yang menghadapi kehidupan ini tidak dengan menggabungkan tiga kekuatan ini sekaligus.

Bukannya kita yang memenangkan pertempuran, seringkali kita yang dikalahkan. Hantaman kehidupan seringkali menjadikan kita kalang kabut. Kehilangan fokus. Kehilangan konsentrasi. Bukannya menyatukan tiga kekuatan sekaligus, jiwa, pikiran, dan fisik, justru kita menghadapi hantaman kehidupan dengan menceraiberaikan ketiganya. Padahal kekuatan itu akan menjadi luar biasa dengan menyatukan ketiganya. Seperti sinar matahari yang difokuskan dengan loup (kaca pembesar) mampu membakar kertas yang tepat difokusnya.

Saya pernah membaca satu kalimat dari orang yang luar biasa, Hasan Al Banna, seorang tokoh pergerakan Islam modern dari Mesir. Beliau mengatakan dalam 20 Prinsipnya, “Keyakinan adalah pondasi segala aktivitas, dan aktivitas hati lebih penting dari dari aktivitas fisik. Namun usaha untuk menyempurnakan keduanya merupakan tuntutan syariat, meskipun kadar tuntutan masing-masingnya berbeda.”

Adakah Anda telah menyatukan ketiga sumber kekuatan itu sekaligus dalam setiap action dan aktivitas Anda? Kalau belum mari kita coba, satukan ketiganya di tangan Anda. Rasakan bedanya!

[+/-] Selengkapnya...

Thursday, February 5, 2009

Bertindaklah, Saat Kini di Sini!

Saya suka membaca blog teman-teman yang tergabung dalam TDA. Tema-tema yang diangkat seputar bertindak, Action. Ini upaya menguatkan proses belajar saya, mempercepat langkah saya, dan mendorong diri ketika motor dalam jiwa lagi mogok. Saya tidak melihat besar kecilnya tindakan yang dilakukan. Saya justru kagum pada mereka yang tetap bergerak, tetap melangkah, sekecil apapun langkah yang diayun.

Dari blog teman-teman ini saya banyak belajar. Misalnya, kenapa seringkali di kepala banyak ide tetapi tak terealisasi. Jawaban yang saya dapatkan adalah ketika tidak juga segera action ternyata saya ingin bertindak, tetapi saya tidak bertindak pada saat ini. Dan saya juga ingin bertindak tetapi tidak dari tempat saya berada pada saat ini.

Barangkali ini juga yang terjadi pada banyak orang. Seperti hasil survey-onlinenya Mas Wuryanano . Ketika ditanyakan kepada responden apa pendapatnya tentang memulai bisnis sendiri? 64% dari 600 responden mensyaratkan harus punya dana besar, dan 26% mensyaratkan harus punya keberanian. Tidak ada yang menyatakan langsung berani memulai bisnis di manapun posisinya saat ini.

Saya suka tulisan serinya Mas Hadi Kuntoro, mulai dari yang kecil mulai dari yang mudah. Intinya, mulailah. Kapan pun dan di mana pun Anda berada saat ini. Mulailah sekarang.

Karena tanpa memulai, sesuatu tidak akan Anda terima. Melalui pikiran, hal yang Anda inginkan didatangkan kepada Anda. Dan dengan tindakan, Anda menerimanya, demikian tulis Wallace D. Wattles.

Apapun tindakan yang perlu Anda lakukan, jelas bahwa Anda harus bertindak di saat ini. Anda tidak bisa bertindak di masa lalu. Sangatlah penting bagi kejelasan visi mental Anda bahwa Anda menyingkirkan masa lalu dari benak. Anda tidak dapat bertindak di masa depan karena masa depan belum ada di sini. Dan Anda tidak dapat mengatakan bagaimana Anda ingin bertindak di masa depan sampai saat itu tiba.

Hanya karena Anda tidak berada di bisnis yang tepat atau lingkungan yang benar saat ini, jangan berpikir bahwa Anda harus menunda tindakan sampai Anda memasuki bisnis atau lingkungan yang benar. Dan jangan menghabiskan waktu di saat ini untuk merencanakan tindakan terbaik di masa depan. Miliki keyakinan pada kemampuan Anda untuk menghadapi setiap keadaan ketika mereka tiba.

Jika Anda betindak di masa kini dengan pikiran berada di masa depan, tindakan saat kini itu akan dilakukan dengan pikiran yang terbagi dan tidak akan efektif. Curahkan seluruh akal Anda ke tindakan masa kini.

Jangan hanya membuat visi dan rencana lalu duduk dan menunggu hasil, jika Anda melakukan ini, Anda tidak akan pernah mendapatkannya. Bertindaklah sekarang. Tidak pernah ada waktu lain kecuali sekarang, dan tidak akan ada waktu lain kecuali sekarang. Jika Anda ingin bersiap menerima apa yang Anda inginkan, Anda harus mulai bertindak sekarang .

Tindakan Anda haruslah di dalam bisnis atau pekerjaan yang ada sekarang dan harus kepada orang-orang dan hal-hal di lingkungan yang ada sekarang ini.

Anda tidak dapat bertindak di mana Anda tidak ada. Anda tidak dapat bertindak di mana Anda pernah ada, dan Anda tidak dapat bertindak di mana Anda akan pergi. Anda hanya dapat bertindak di mana Anda berada.

Jangan berkutat pada apakah pekerjaan hari kemarin sudah dilakukan dengan baik atau buruk. Lakukan pekerjaan hari ini dengan baik.

Jangan mencoba melakukan pekerjaan esok pada hari ini. Akan ada banyak waktu untuk melakukannya ketika hari esok datang.

Jangan mencoba bertindak kepada orang atau benda yang berada di luar jangkauan Anda.

Jangan menunggu perubahan lingkungan sebelum Anda bertindak. Timbulkan perubahan lingkungan melalui tindakan. Anda dapat bertindak pada lingkungan yang ada, yang akan menyebabkan Anda berpindah ke lingkungan yang lebih baik.

Just duit. Ehh..eh.. Just do it.

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, February 4, 2009

Mengapa Banyak Orang yang Tahu Tapi Tidak Melakukan?

Seseorang yang bijak datang ke sebuah desa dan menetap di sana untuk memberikan pencerahan. Ketika ia berceramah, orang-orang desa berduyun-duyun datang memenuhi balai desa untuk mendengarkannya. Ceramahnya sangat menarik dan membuat orang-orang tercerahkan. Karena itu, mereka selalu tak sabar menunggu datangnya minggu-minggu berikutnya. Namun, penduduk kemudian menemukan fakta: orang bijak ini ternyata selalu menyampaikan ceramah yang sama. Mereka pun curiga bahwa orang ini sebenarnya seorang penipu yang hanya mengetahui satu ceramah.

Tak dapat lagi menahan kesabaran, penduduk desa beramai-ramai mendatangi orang bijak ini dan bertanya, “Tak dapatkah Anda menyampaikan ceramah yang lain?” Ditanya demikian, orang bijak hanya tersenyum. “Saya belum melihat Anda melakukan apa yang saya sampaikan dalam ceramah pertama,” katanya. “Jadi, mengapa saya harus membebani Anda dengan hal yang lain?”

Apa yang dikatakan orang bijak tersebut sebetulnya sering kita alami. Banyak di antara kita yang kerap merasa cukup hanya dengan mengetahui sesuatu. Kita membaca banyak buku, mengikuti berbagai diskusi, menghadiri berbagai pelatihan. Namun, perilaku kita tidak juga berubah. Kita tidak melakukan apa-apa. Kebiasaan lama yang tidak efektif masih terus kita jalankan. Ini tentu saja sebuah pemborosan biaya yang tidak sedikit.

Fakta ini sering dilupakan orang : mengetahui tidak akan pernah membawa perubahan. Mengetahui tidak akan mengubah nasib Anda. Yang akan mengubah nasib adalah melakukan! Namun mengapa banyak orang yang tahu, tapi tidak melakukan apa-apa?
Ada tiga hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, karena mengetahui sering memberikan sensasi hebat. Ketika mengetahui sesuatu, Anda merasa berada di atas kebanyakan orang. Mengetahui menimbulkan kebanggaan tersendiri. Inilah yang sering disebut sebagai “Ilusi Pengetahuan”. Ilusi ini berbunyi: kita sudah berubah hanya dengan mengetahui.

Mengetahui memang sering memberikan jebakan tersendiri berupa perasaan aman dan nyaman. Dengan mengetahui kita menjadi lebih percaya diri karena merasa siap menghadapi segala masalah.

Bahkan, sekadar mengumpulkan buku yang tak pernah sempat kita baca mampu memunculkan ilusi ini.

Kedua, orang tidak melakukan apa yang mereka ketahui karena mereka tidak memiliki alasan untuk melakukannya. Bukankah ketika kita sehat kita tidak punya alasan yang kuat untuk berolah raga? Bukankah ketika perusahaan sedang naik daun kita merasa tidak perlu melakukan perubahan? Ini disebut “Ilusi Perubahan” yang mengatakan bahwa satu-satunya alasan yang masuk akal untuk perubahan adalah ketika terjadi krisis. Padahal, perubahan yang terjadi karena krisis pasti terasa menyakitkan, membutuhkan biaya besar, dan sering sudah terlambat. Bukankah alasan terbaik untuk melakukan perubahan adalah buat mempertahankan posisi yang sudah kita nikmati selama ini? Bukankah perubahan mestinya adalah sesuatu yang kita “haruskan” kepada diri kita sendiri, bukannya menunggu hal itu “diharuskan” oleh situasi, keadaan, pelanggan dan pesaing?

Ketiga, orang tidak melakukan apa yang sudah diketahuinya karena tidak mau meninggalkan zona nyamannya. Apa pun yang biasa kita lakukan memang menciptakan gaya gravitasi yang luar biasa. Karena itu, keinginan menerapkan sesuatu yang baru selalu menciptakan medan pertempuran dalam diri kita. Pertempuran ini sering berjalan tidak seimbang karena kebiasaan lama pasti memiliki gaya tarik yang lebih besar. Belum lagi, ada faktor lingkungan yang juga cukup besar pengaruhnya. Maka, tidak aneh bahwa pertarungan ini akan dengan mudah dimenagi kebiasaan-kebiasaan lama kita.

(Rubrik Pernik Majalah SWA No. 08/XXIV.17-29 April 2008)

[+/-] Selengkapnya...

Monday, January 26, 2009

The DNA of Success

Seringkali kita mendengar pertanyaan yang diulang-ulang, “Entrepeneur itu dilahirkan atau dipelajari?” Sebagai orang yang berdarah Jawa [meskipun bukan biru, saya berdarah merah], saya, sebagaimana kebanyakan orang Jawa, mengatakan bahwa entrepenur itu dilahirkan. “Karena bukan keturunan Bugis, Padang, atau Cina, saya tidak bisa berbisnis,” demikian komentar yang sering saya dengar, termasuk juga saya sering mengatakan demikian. Tapi, benarkah demikian?

Perkembangan ilmu genetika belakangan menjelaskan apa saja yang dibawa sejak lahir dan apa saja yang bisa diubah. Kini ilmu genetika telah bercabang dua, yakni genetika bilogi (biological genetics) dan genetika perilaku (behavioral genetics). Yang pertama menjelaskan unsur-unsur pembawa sifat yang tetap (given), terutama yang menyangkut hal-hal yang bersifat fisik. Sedangkan yang kedua menyangkut hal-hal yang dapat dipelajari dan diubah oleh manusia.

Genetika perilaku ini dijelaskan oleh Kazuo Murakami dalam bukunya The Devine Message of The DNA (Mizan, 2007). Bahwa kita punya mekanisme “on-off” pada DNA kita. Murakami mengatakan bahwa ada tiga faktor yang bisa membawa manusia berubah, yaitu kapasitas bakat (talenta) atau keping informasi yang tidak terbatas (pada gen Anda), lingkungan Anda, dan cara Anda berpikir. Bahwa kita dapat menjadi entrepeneur yang hebat.

Thomas L. Harrison dalam buku The DNA of Success menekankan pada cara berpikir. Entrepeneur memiliki kecenderungan alami untuk berpikir dengan cara tertentu yang berperan pada kesuksesan mereka.

Ada lima aspek besar dalam kepribadian yang sangat diwariskan kepada Anda. Setiap orang memiliki kombinasi unik dari kelima sifat ini. Kepribadian itu bukan sifat yang “Anda miliki atau tidak Anda miliki”, tetapi semua sifat itu ada pada Anda. Hanya saja mungkin kuat, lemah, atau berada di antaranya.

Sifat lima besar itu disebut OCEAN, yaitu Openness to new experience (open mind), Conscientiousness (disiplin), Extrovertness, Agreeableness, dan Neurotism.

Openness to new experience. Keterbukaan pada pengalaman hidup. Ukuran tingkat penerimaan seseorang pada pengalaman dan gagasan baru. Orang yang suka bepergian ke tempat-tempat baru dari pada mendatangi tempat yang pernah dikunjungi, mungkin adalah orang dengan tingkat keterbukaan pada pengalaman hidup tinggi. Inovator, peneliti, entrepeneur, bahkan sebagian orang pemasaran cenderung memiliki skor tinggi pada ukuran keterbukaan ini.

Conscientiousness. Kehati-hatian. Ini mengukur motivasi dan kehati-hatian pendekatan seseorang dalam menyelesaikan tugas. Disiplin, teratur, bekerja berdasar metode, dapat diandalkan, dan gigih adalah tanda-tanda bahwa orang tersebut memiliki kehati-hatian tinggi. Profesi di bidang keuangan mungkin penuh diisi oleh orang yang penuh kehati-hatian. Mungkin Anda berkata, “Bagaimana dengan skandal keuangan yang sering kita dengar?”, ingat bahwa dalam istilah psikologi, kehati-hatian tidak sama maknanya dengan etika. Anda dapat sangat berhati-hati dalam mengejar tujuan yang patut dipertanyakan.

Extroversion. Ekstrover. Mengukur ketertarikan seseorang pada aktivitas dan orang lain. Jika Anda kenal seseorang yang selalu aktif, suka pesta, suka mendominasi pembicaraan, dan mencari petualangan, kemungkinan besar dia sangat ekstrover. Contoh klasik tipe ini adalah orang penjualan.

Agreeableness. Penerimaan. Ukuran kemampuan dan kemauan bekerja sama dengan orang lain dan menghindari konfrontasi. Seseorang yang mengorbankan diri-sendiri, cenderung tunduk pada otoritas, umumnya percaya orang lain, tak suka berdebat, mungkin adalah orang yang sangat mudah menerima. Orang-orang yang bertugas di bidang administrasi tak dapat mengerjakan tugas mereka apabila tingkat penerimaannya tidak tinggi.

Neuroticism. Neurotisisme. Kadang disebut juga stabilitas emosional atau pengendalian emosional. Ini adalah ukuran pada kecenderungan keseluruhan seseorang dalam merasakan emosi negatif yang kronis, seperti depresi, kegelisahan, dan rasa permusuhan. Umumnya pesimistis, mudah kecewa, dan pencemas menjadi ciri orang neurotis. Seniman adalah orang yang dicap stereotip memiliki tingkat neurotisme tinggi.

Tak satupun dari sifat-sifat ini yang merupakan berkah murni. Bergantung pada sitiuasinya, tiap-tiap sifat dapat membantu, merugikan, atau sama sekali tidak ada sangkut pautnya. Bahkan katakanlah jika Anda membaca deskripsi penerimaan dan menganggapnya sebagai sifat terpuji, ternyata sifat ini dapat juga menimbulkan masalah. Secara ekstrim, setiap sifat ini dapat menjadi masalah.

Hal lain, cara Anda bertindak tak hanya dipengaruhi oleh satu sifat, tetapi oleh kombinasi sifat-sifat tersebut dan cara lingkungan Anda mempengaruhi munculnya kepribadian itu. Contohnya, tanpa tingkat penerimaan yang cukup, orang dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi mungkin akan terpaku pada sistem yang kaku dan menemui kesulitan dalam mengakomodasi kebutuhan orang lain.

Interaksi antar sifat ini mirip dengan bagian-bagian penyusun kromosom yang diatur dalam “pasangan dasar”: A – T dan G – C. Dengan cara yang sama, ekspresi kombinasi sifat-sifat prbadi sepertinya sangat kuat:

Keterbukaan – Kehati-hatian: sebuah keseimbangan antara dua sifat ini memungkinkan Anda terbuka pada ide-ide baru sembari tetap disiplin dalam mengejar cita-cita.

Ekstrover – Penerimaan: keseimbangan dua sifat ini memberikan energi yang menuntut cara berpikir entrepreneurial, tetapi mengimbanginya dengan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain.

Kombinasi ini adalah Pasangan Kekuatan, karena pada setiap kombinasi pasangan, satu sifat membantu mengimbangi masalah potensial yang dapat ditimbulkan oleh sifat lain. Seperti pasangan dasar yang menjadi penyusun DNA kita, Pasangan Kekuatan ini adalah penyusun kesuksesan kita.

Sifat yang memunculkan tantangan terbesar bagi cara berpikir entrepreneur adalah neurotisisme. Jika seorang pencemas, mungkin Anda mengalami kesulitan dalam mengambil risiko. Jika mudah kecewa dan sukar pulih dari hantaman kehidupan, Anda akan lebih mendapatkan kesulitan untuk tetap gigih dalam menghadapi tantangan. Dan orang yang mudah diliputi pandangan atau emosi negatif, misalnya saat seorang pelanggan potensial berkata, “Saya tidak tertarik!” membuatnya lebih sulit untuk tetap fokus dan mencium peluang-peluang baru. Jika neurotisme Anda tinggi, Anda sekarang mungkin berkata pada diri sendiri, “Ya, aku harus menyerah. Tak ada harapan.”

Bagaimana sekarang? Bagaimana sendainya Anda merasa dari lima sifat besar tidak mendukung kesuksesan Anda? Apakah Anda harus menyerah? Tentu saja tidak!

Buku The DNA of Success karya Thomas L. Harrison layak Anda nikmati untuk menarik keberhasilan bisnis Anda. Silakan dicoba!!!

[+/-] Selengkapnya...